Kemenkes Serius Perangi Hoax Kesehatan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI serius melakukan perlawanan terkait beredarnya hoax iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan dan merugikan masyarakat. Karena itu, Kemenkes melakukan penandatanganan MoU Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan.
MoU ditandatangani oleh Sesjen Kemenkes, Untung Suseno dengan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan; Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Syahrul Mamma; Sekretaris Utama BPOM, Reri Indriani; Ketua Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki; Kepala Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia, Maruli Matondang; Ketua Presidium Dewan Periklanan Indonesia, Sancoyo Antarikso; dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Iklan hoax dapat
dicirikan di antaranya disampaikan secara berlebihan dan bersifat superlatif.
Kemudian ada testimoni pengguna atau klien dan hadirnya dokter yang tertindak
sebagai endorser. Biasanya pengiklan mengklain proses pengobatan atau produk
obat yang dijual bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Padahal, proses
penyembuhan tergantung kondisi tubuh dan penyakit yang diderita. Semua proses
penyembuhan dan obat atau alat yang digunakan tidak bisa disamaratakan.
Selain itu, terkait obat herbal terlebih dahulu dibuktikan secara ilmiah keamanannya. Di antaranya perlu uji toksisitas akut, kronik, dan teratogenik. Obat herbal juga perlu diuji dosis, cara penggunaan, efektivitas, monitoring efek samping, dan interaksi dengan senyawa obat lain.
Iklan hoax biasanya memberi kesan ilmiah melalui gambar, video dan grafis berupa anatomi tubuh dan penyakit. Iklan ini memanipulasi keawaman penonton dengan sengaja menimbulkan kekhawatiran pada penyakit tertentu.
Untung menekankan iklan dan publikasi kesehatan tersebut tidak saja melanggar peraturan perundang-undangan dan etika pariwara, konsumen yang percaya akan tersesat dan bisa mendapatkan dampak buruk yang tak diinginkan. Alih-alih mendapatkan manfaat, sebaliknya konsumen tersesat dengan informasi keliru dan mendapatkan kerugian materi dan non materi.
Selain itu, terkait obat herbal terlebih dahulu dibuktikan secara ilmiah keamanannya. Di antaranya perlu uji toksisitas akut, kronik, dan teratogenik. Obat herbal juga perlu diuji dosis, cara penggunaan, efektivitas, monitoring efek samping, dan interaksi dengan senyawa obat lain.
Iklan hoax biasanya memberi kesan ilmiah melalui gambar, video dan grafis berupa anatomi tubuh dan penyakit. Iklan ini memanipulasi keawaman penonton dengan sengaja menimbulkan kekhawatiran pada penyakit tertentu.
Untung menekankan iklan dan publikasi kesehatan tersebut tidak saja melanggar peraturan perundang-undangan dan etika pariwara, konsumen yang percaya akan tersesat dan bisa mendapatkan dampak buruk yang tak diinginkan. Alih-alih mendapatkan manfaat, sebaliknya konsumen tersesat dengan informasi keliru dan mendapatkan kerugian materi dan non materi.
Selama 2017 ini,
Kemenkes telah melayangkan 7 surat permohonan penghentian iklan ke Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) terkait
iklan pengobatan tradisional Jeng Ana, Givana, Eyang Gentar, Mega 6 Far, Herbal
Putih, Jeido Power Mat, Iklan Pengobatan Tradisional Chuan Shan Yao Bioin, dan
Iklan Klinik Zona Terapi.
Selain itu, kata Untung, pengawasan iklan dan publikasi kesehatan tidak cukup hanya tingkat hilir, melainkan bersama-sama pada tingkat hulu. Itulah mengapa para pemangku kepentingan dalam nota kesepahaman ini mewakili tingkat hulu dan hilir dari iklan dan publikasi kesehatan.
Selain itu, edukasi dan partipasi publik menyokong besar pada keberhasilan pengawasan iklan dan publikasi kesehatan ini. Hal ini yang mendorong dilaksanakan sosialisasi pengawasan iklan/publikasi bidang kesehatan setelah penandatangan nota kesepahaman.
''Kita sama-sama berharap, maju bersama dalam pemahaman yang sama tentang iklan dan publikasi kesehatan demi melindungi masyarakat dalam pelayanan kesehatan,'' kata Untung.
Selain itu, kata Untung, pengawasan iklan dan publikasi kesehatan tidak cukup hanya tingkat hilir, melainkan bersama-sama pada tingkat hulu. Itulah mengapa para pemangku kepentingan dalam nota kesepahaman ini mewakili tingkat hulu dan hilir dari iklan dan publikasi kesehatan.
Selain itu, edukasi dan partipasi publik menyokong besar pada keberhasilan pengawasan iklan dan publikasi kesehatan ini. Hal ini yang mendorong dilaksanakan sosialisasi pengawasan iklan/publikasi bidang kesehatan setelah penandatangan nota kesepahaman.
''Kita sama-sama berharap, maju bersama dalam pemahaman yang sama tentang iklan dan publikasi kesehatan demi melindungi masyarakat dalam pelayanan kesehatan,'' kata Untung.